Krisis seperempat abad (quarter life crisis) #Diary12

    Tulisan ini merupakan script dari sebuah podcast yang ku bacakan dalam project podcast full of sheet. Jika kalian lebih suka mendengarkan daripada membaca, silahkan mendengarkan podcast full offsheet episode 1 dengan judul quarter life crisis yang bisa di dengarkan di spotify. Atau buat kalian yang lebih suka membaca, maka di bawah ini adalah tulisan yang sedikit ku renovasi dari podcast fullofsheet. Enjoy.

    Kini permasalahan semakin banyak bermunculan, iya kan? Mungkin tentang permasalahan studi yang tak berkesudahan, mungkin juga tentang cinta-cinta yang hanya menuai luka, atau juga tentang rumah tangga yang harus memutar kepala demi mencukupi bulan-bulan selanjutnya, atau mungkin juga tentang perjalanan karir yang tiada akhir, dan sebenarnya masih banyak masalah lainnya yang sukar untuk disebutkan satu-persatu.

    Tapi sepertinya setiap orang yang melewati masa ini, mendapatkan salah satu masalah tersebut. Iya kan? Pelajaran hidup yang sudah didapatkan "dari masih kecil ampe sekarang udah gede".  Masalah juga terus terus-terusan berkembang, makin besar untuk dipundaki, makin berat untuk ditanggung. Namun, mau tidak mau siap tidak siap, ya harus "SIAP, MAU!". Begitu kira-kira permasalahan perjalanan ini.

    Kalau menimbang, apakah aku mendapatkan ujian lebih berat dari yang lainnya, tidak juga, karena Ada yang lebih berat. Lalu apakah aku mendapatkan ujian yang  lebih ringan dari yang lainnya? tidak juga, ada banyak yang lebih nyaman dari ku. Sehingga ku berfikir bahwa mungkin takaran timbangan ujian yang diberikan kepada setiap orang itu sudah pas pada tempatnya. 

Baca juga : Setiap orang memiliki ujian #Diary05

    Peribahasa lama kini sudah tidak pas untuk dilemparkan pada setiap orang masa kini. Contohnya saja "Sama-sama makan nasi, dia bisa, saya pun bisa".  Iya, dulu di indonesia sangat kenal dengan peribahasa ini. Namun kurasa tidak dengan sekarang. Sekarang tergantung nasi apa yang dimakan? Ya kalau ada yang makan nasi aking dan nasi jepang, tentu masalah dan ke-Bisaannya juga berbeda. Namun hal tersebut balik lagi ke motivasi dan anugrah yang ditanamkan pada dirinya masing-masing.

    Aku menyampaikan ini bukan untuk mengeluh. Melainkan hanya bercerita, mungkin saja kawan-kawan mendapati permasalahan yang sama. "Quarter life crisis" memanglah permasalahan yang sebenarnya. Krisis hidup, kebosanan dan kebingungan menata masa depan biasanya dirasakan pada saat ini. 

    Ya, aku pun juga merasa begitu. Karena hal-hal yang tidak pasti, dan belum pernah dilalui, membuat banyak ketakutan dan kecemasan. Padahal aku yakin, aku sudah banyak sekali mendengar, membaca dan bahkan melihat mereka yang sudah berhasil dengan caranya melewati krisis seperempat hidup ini. Tidak jauh-jauh, orang tua sendiri. Bukankah mereka adalah contoh paling dekat dari orang yang selamat dari krisis seperempat abadnya? Tapi ya tetap saja, sebagaimanapun kita mencoba menenangkan diri dengan hal positif, kecemasan-kecemasan lainnya selalu akan muncul.

    Kata-kata "Kita hanya bisa berencana, tuhan yang menentukan" memang sering terdengar. Tapi tidak cukup untuk menenangkan kecemasan. Atau misalnya "usaha tidak akan menghianati hasil" iya, aku juga percaya dengan hal itu. Makanya sampai saat ini masih terus berusaha untuk hidup dan menghidupkan.

    Kalau diingat-ingat lagi tentang cita-cita sejak kecil, mungkin sekarang ini jauh sekali dari visi itu. Dulu sewaktu kecil aku ingin menjadi tentara. Cita-cita tersebut masih disimpan sampai SMA. Sebelum fakta yang menghancurkannya. Tinggi badan tidak mencukupi syaratc dan cita-cita harus disimpan didalam peti dan tidak untuk dibuka lagi.

Baca juga : tentang 14 Semester #Diary08

    Kemudian dari SMA itu bercita-cita lagi menjadi penulis. Syaratnya hanya sering latihan menulis, yang akhirnya akan bisa menulis. Tapi, apa daya kemalasan yang menggerogoti diri selalu membatasi semuanya. Pada akhirnya berfikir untuk jadi "apa saja" yang penting hidup. 

    Tapi ternyata, untuk jadi apa sajapun tidak mudah, karena untuk menjadi apa saja harus bersaing dengan banyak orang yang juga bermimpi untuk "jadi apa saja". Ya, banyak sekali yang seperti itu.

    Tapi yang paling menyebalkan dari umur 20 hingga 30 adalah tuntutan sosial. Tuntutan menikah misalnya. Astaga apakah ini menjadi standar hidup seseorang harus menikah di rentang umur segitu? dan kalau tidak menikah pada umur itu, maka bisa dikatakan masa depan kamu suram?  F*ck society.

    Tuntutan sosial itu lebih berat dari tuntutan diri sendiri.  Biasanya orang yang peduli dengan tuntutan sosial ini akan berada pada tingkat gengsi yang tinggi. Ketika motor cowonya cuma supra, maka malu diajak kemana-mana. ini juga salah satu contoh yang ada, yang sangat sering ditemui.  "Gw tau, karena gw juga pernah kek gini".


(isnonuggraha)
***

Posting Komentar

0 Komentar