Terimakasih masih di sini membaca tulisanku yang
ke-empat. Aku teringat satu cerita, Yaitu tentang pertemanan. Judul diatas
hanya sedikit disinggung di dalam cerita kali ini, yang sebenarnya juga
seutuhnya. Ya, aku yakin setiap dari pembaca tulisan ini pasti memiliki
setidaknya satu teman, atau katakanlah sekolmpok geng. Entah itu dari sekolah,
komunitas, satu spesies atau satu pemikiran. Begitupun aku, sama seperti
kalian. Itu artinya pasti tulisanku kali ini juga pernah dirasakan setiap
orang.
Manusia pada dasarnya memiliki sisi Inrovert dan
Extrovert, setiap orang punya persentase yang berbeda-beda. Namun taukah
kalian, bahwa ternyata normalnya manusia itu memiliki persentase ‘fifty-fifty’. Ya, setengah dari jiwa
kalian merasa ingin bertemu dengan banyak orang dan sebagian lagi ingin
menyendiri. Tapi bukan berarti ketika kamu menemukan pernyataan seseorang bahwa
dia introvert maka dia tidak normal,
tidak bukan begitu. itu normal saja, tapi ketika ada kata 'terlalu', itu baru
menjadi tidak normal.
Perihal pengisian jiwa terbentuk atas dampak dari
lingkungan. Tidak bisa seseorang terus-terus berada di posisi introvert dengan mengurung dirinya tanpa
teman, tanpa ada pembicaraan dan bahkan berbicara sendirian. Dia memerlukan
interaksi dengan manusia lainnya. Kan manusia itu adalah makluk sosial, yang
artinya perlu interaksi.
Begitupun dengan yang terlihat extrovert, bergaul
sana-sini, ceria di mana-mana. Orang yang seperti ini juga pasti butuh waktu
sendiri seperti lagunya "Ruang sendiri - Tulus". DIa memerlukan ruang
dan tempat sendirian, memikirkan banyak hal, berbicara sendirian, dan
memikirkan langkah selanjutnya. Kurang lebih segitu pembahasan tentang
In/ex-trovertnya.
Lalu apa hubungan dengan teman? banyak sekali. Kalau
ingin berteman, kita harus memahami ini dulu, biar ga salah persepsi. Tapi jauh
sebelum itu, kita harus mengenali diri kita sendiri apakah kita ini seorang
yang ex/in-trovert. Ketika kita
seudah kenal diri kita maka mudahlah untuk memilih teman(Tapi ingat, jangan
pilih-pilih teman). Juga dalam bersikap kepada lingkungan, Pintarlah dalam
menilai apakah teman kalian sedang ingin sendiri atau tidak.
Aku merasakan bahwa aku adalah seorang in/ex-trovert
yang ‘fifty-fifty’ tapi egois. Atau
aku biasa menyebutnya "In egoistic
of Ex". Ini hanyalah istilah yang kukarang, entah ada atau tidak di
dunia luar sana. Biar aku bertanya, "Pernahkah kamu sangat suka sendiri,
sampai-sampai ketika ada teman yang ingin mengajakmu bermain tapi kamu tidak
mau?", "pernahkah kamu merasa kesepian dan tiba-tiba ingin bertemu
banyak orang serta ingin mendapatkan perhatian?" "atau ketika di
dalam keramaian kamu menjadi sangat lelah, padahal kamu suka keramaian?"
atau bahkan kamu merasa jenuh padahal kamu ingin sendirian" , Jika kamu
pernah merasakan ke-empat hal tadi, maka kita adalah sama.
Ada hal yang menyebabkan naiknya emosi pada keadaan
seperti ini. Perubahan situasi ini terkadang tidak bisa terkendali.
Contohnya
"sedang berada di basecamp bersama teman sekampus, tiba-tiba ngilang, pulang ke kosan sendirian, buka laptop dengerin musik baca buku. Lalu, tiba-tiba ada teman yang ingin main dan ngajak ngobrol. in egoistic of ex ini langsung nyala dan menyalakan alarmnya secara otomatis. Keinginannya telah dilanggar, alhasil emosi yang tertahan(tidak bisa marah karena tidak bisa menghindar). Hal semacam ini bila ditumpuk terus-terusan pasti akan menjadi penyakit yang besar endingnya pasti penyakit mental.
Belum lagi tentang pasangan, atau teman sejiwa. Laki-laki cenderung tidak suka terus-terusan bertemu dengan kekasihnya. Namun wanita, jika sudah jatuh, pasti ingin teru-terusan bersama-sama. tapi apakah sebenar terus bersama? Ngga juga kan ? bayangkan kalau kemana-mana bersama tanpa ada perpisahan. Mandi ikut, makan ikut, kerja ikutan, bego juga ikut. Ya ga mungkin kan?!. Makanya perlu ada nya jarak dan waktu untuk sendiri atau bersama makhluk lainnya.
Pemahaman sikap ini masuk ke dalam pembahasan ‘Psikologis’,
tapi kalau belajar dari buku saja tidak cukup. Haruslah belajar dari kenyataan dan dipraktekkan juga. Di organisasi hal yang seperti ini akan dicontohkan, biasanya oleh wakil
ketua umum yang mana tugasnya adalah pengamanan kepribadian anggota,
dibandingkan ketua yang bergerak ke arah tujuan organisasi. Pada tempat kerja
juga pasti ada hal seperti ini, di bagian HRD(kalau tempat kerja yang
terorganisir). Namun ada juga mereka yang tidak mempelajarinya secara material,
tapi mengerti secara prakteknya. Karena sebenarnya hal ini juga natural, muncul
dari hati nurani.
Sebenarnya tidak banyak yang bisa diajak berteman
baik denganku, aku cenderung menjauh dari mereka yang tidak mengerti masalah
seperti ini. Dan ada juga yang pergi dengan alasan bahwa aku tidak satu
pemikiran dengan mereka. ya, lumrah bagiku tentang siapa yangpergi dan siapa
yang akan tinggal. Kita semua tidak diciptakan agar diam di satu tempat yang
nyaman, namun sebaliknya ketika sudah nyaman seharusnya pergi mencari tempat
yang lain, seperti itulah dunia diciptakan.
***
0 Komentar